JOMBANG – POPULARITAS NEWS | Konflik internal di tubuh Persatuan Olahraga Sepatu Roda Seluruh Indonesia (Porserosi) Jombang, Jawa Timur, terus menjadi sorotan. Kali ini, Sandy Dolorosa, salah satu pelopor olahraga sepatu roda di Jombang, angkat bicara terkait polemik yang menyeret klub, pelatih, dan pengurus Porserosi setempat.
Sandy, yang saat ini ditunjuk sebagai Plt Ketua Porserosi Jombang melalui Musyawarah Kabupaten Luar Biasa (Muskablub) pada akhir April 2025, menyebut bahwa forum luar biasa tersebut bukan muncul secara mendadak, melainkan merupakan puncak dari kekecewaan yang sudah lama dirasakan oleh klub-klub di bawah naungan Porserosi.
“Saya sudah tidak terlibat selama delapan tahun terakhir. Tapi saya tahu betul sejarahnya. Klub Rijis yang saya dirikan dulu menjadi pondasi sepatu roda Jombang,” ujar Sandy kepada Popularitas News, Sabtu (28/6).
Menurut Sandy, komunikasi yang buruk, ketertutupan informasi, dan dugaan subjektivitas dalam pemilihan atlet menjadi pemantik utama konflik. Bahkan, tiap kali menjelang ajang Pekan Olahraga Provinsi (Porprov), selalu terjadi drama seleksi yang membuat banyak atlet potensial kecewa dan patah semangat.
> “Tiap Porprov selalu ada drama. Atlet berpotensi tidak dipilih, bahkan ada yang sampai menangis,” ungkap Sandy prihatin.
Salah satu pernyataan kontroversial yang memperkeruh suasana datang dari Ketua Porserosi Jombang yang menyatakan bahwa atlet dari klub tidak berlegalitas tidak boleh naik podium. Pernyataan ini dibantah keras oleh Sandy.
“Saya konfirmasi ke Pengprov, tidak ada aturan seperti itu. Porprov itu antar-kabupaten, bukan antar-klub. Ini menyesatkan,” tegasnya.
Berdasarkan berita acara Muskablub, tiga alasan utama yang mendasari munculnya mosi tidak percaya terhadap kepengurusan saat ini adalah:
1. Kepengurusan tidak sehat, dengan indikasi penguasaan oleh satu keluarga.
2. Ketidakterbukaan dalam pengelolaan keuangan, yang dinilai manipulatif.
3. Komunikasi yang buruk dengan klub, menyebabkan kebingungan dan keresahan di kalangan orang tua atlet.
Sandy juga menyinggung tindakan somasi dari pengacara Ketua Porserosi Jombang terhadap dirinya, hanya karena menggunakan istilah “Muskablub” untuk forum internal tersebut.
“Teman-teman klub sudah berkali-kali minta salinan AD/ART, tapi tidak pernah diberi. Lalu tiba-tiba disomasi. Ini lucu sekaligus menyedihkan,” katanya.
Pemberian sanksi terhadap klub dan atlet juga tetap dilakukan meskipun telah ada upaya mediasi. Akibatnya, beberapa atlet harus berpindah klub agar tetap bisa berkompetisi. Bahkan, seorang juri bersertifikasi nasional pun terkena skorsing.
“Juri itu bukan di bawah Porserosi, kok bisa disanksi juga? Ini penyalahgunaan wewenang yang parah,” ucap Sandy dengan nada geram.
Meski ditunjuk sebagai Plt Ketua Porserosi versi Muskablub, Sandy menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki ambisi kekuasaan.
> “Saya siap mundur kapan saja. Saya hanya ingin atlet tidak jadi korban. Mereka yang membawa nama Jombang, masa depan mereka jangan dikorbankan karena konflik elit,” pungkasnya.