JOMBANG, PopularitasNews.com – Kasus dugaan korupsi Dana Desa (DD) Tahun Anggaran 2015 di Desa Tampingmojo, Tembelang, yang sempat mengendap hingga sepuluh tahun, kini memasuki babak krusial. Inspektorat Kabupaten Jombang secara resmi menyerahkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (LHP PKKN) kepada Kepolisian Resor Jombang, membuktikan adanya kerugian negara sebesar Rp59.830.000.
Laporan audit ini menjadi tamparan keras bagi komitmen transparansi dan kecepatan kinerja Polres Jombang yang selama ini mengklaim "PRESISI," terutama setelah kasus tersebut dinyatakan P19 oleh Kejaksaan Negeri Jombang dan tak kunjung tuntas.
LHP PKKN yang diserahkan per 5 Desember 2024 ini secara eksplisit menguatkan dugaan tindak pidana korupsi dan menunjuk langsung pihak yang bertanggung jawab. Pihak yang disebut adalah Sdr. MN (M. Naim), yang sebelumnya telah berupaya menghindari pertanyaan media dengan dalih "kasusnya sudah lama".
Menurut Kepala Inspektorat Jombang, temuannya bersifat definitif: proyek jalan rabat beton senilai Rp115 juta itu terbukti tidak dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) yang sah dan dilakukan di luar Rencana Anggaran Biaya (RAB) serta tanpa prosedur pengadaan barang/jasa yang sah.
"Berdasarkan hasil analisa, pekerjaan pembangunan dilakukan di luar Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah ditetapkan. Selain itu, laporan realisasi dan RAB tidak dapat dilampirkan oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) karena kegiatan tersebut dilakukan tanpa melalui prosedur pengadaan barang/jasa yang sah," demikian bunyi salah satu poin dalam laporan audit Inspektorat Jombang.
Laporan tersebut juga menyoroti peran Bendahara Desa MUJARWO dan mantan Ketua LPMD SUNARNO. Keterangan saksi dan BAP bahkan mengungkap bahwa MN adalah pihak yang menerima dana dan melaksanakan pembangunan secara tidak resmi.
Komitmen "Berupaya Keras" Dianggap Terlambat
Menanggapi desakan publik dan media, Kapolres Jombang AKBP Ardi Kurniawan bersama Kasatreskrim AKP Margono Suganda menegaskan bahwa kasus ini tetap menjadi "atensi serius". Mereka berdalih masih berupaya melengkapi BAP untuk menindaklanjuti P19 yang terbit sejak 2017.
"Kami tegaskan kasus dugaan korupsi proyek DD yang menyeret TSK MN tetap jadi atensi serius kami. Karena itu, hingga kini kami berupaya melengkapi BAP dari P19, dengan minta keterangan ahli dan instansi yang terkait dengan proyek DD. Kami tegaskan lagi, kami bekerja sungguh-sungguh untuk mendapatkan kepastian hukum," tegas AKBP Ardi Kurniawan, melalui sambungan telepon.
Namun, pernyataan tersebut justru menuai kritik. LHP PKKN dari Inspektorat kini berfungsi sebagai keterangan ahli dan instansi terkait yang telah menyajikan data kerugian keuangan negara secara terperinci.
AKP Margono Suganda menambahkan, "Jika P19 sudah kita lengkapi, maka nanti kita sampaikan lagi ke kejaksaan. Jadi, tolong dipahami kami serius menuntaskan kasus tersebut agar mendapatkan kepastian hukum, karena pemeriksaan itu dilakukan sejak tahun 2017."
Publik Menuntut: Kapan MN Dijerat Hukum?
Kini, kepastian penegakan hukum sepenuhnya berada di tangan penyidik. Dengan adanya LHP PKKN, alasan untuk menunda penyelesaian kasus dinilai sudah habis. Kelambanan penanganan kasus korupsi selama satu dekade melanggar semangat UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri yang mengamanatkan penegakan hukum, sekaligus mencederai UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik karena informasi perkembangan kasus vital ini terus ditutup-tutupi.
Publik menanti aksi nyata: Apakah Polres Jombang akan segera memanggil dan menetapkan pertanggungjawaban hukum MN dan pihak terkait lainnya berdasarkan bukti LHP, ataukah janji "kepastian hukum" itu hanya akan menambah daftar panjang retorika yang mendingin seiring waktu? (*)