JOMBANG, PopularitasNews.com – Kegiatan belajar mengajar (KBM) di SDN DK 1 dihentikan mendadak pada hari Kamis, 9 Oktober 2025. Keputusan meliburkan seluruh siswa ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak, terutama Wakil Ketua Komisi D DPRD setempat, karena diduga kuat didasari oleh kepentingan pribadi, yakni hajatan salah satu guru kelas VI. Tindakan ini dianggap mengabaikan asas profesionalisme dan melanggar hak-hak dasar peserta didik untuk memperoleh layanan pendidikan yang utuh.
Kronologi dan Bantahan Pihak Sekolah
Berdasarkan penelusuran media, sejumlah wali murid membenarkan bahwa sekolah diliburkan lantaran guru wali kelas VI tengah mengadakan acara resepsi pernikahan di pagi hari. Keterangan ini diperkuat oleh pengakuan wali murid lain yang menyebut bahwa seluruh guru SD tersebut menghadiri acara tersebut.
Menanggapi hal ini, Kepala Sekolah SDN DK 1, (L) membenarkan adanya peliburan, namun ia mengklaim bahwa siswa bukan libur sebenarnya, melainkan melaksanakan belajar di rumah (BDR) dengan tugas yang telah diberikan guru wali kelas.
"Siswa kami liburkan, namun bukan libur sebenarnya, mereka belajar di rumah dengan tugas yang diberikan guru-guru wali kelas, Kami diminta tolong untuk rewang (bantu) dalam acara resepsi pagi tadi," ujar (L)saat dikonfirmasi.
Kepala sekolah menambahkan, keputusan ini diambil karena keterbatasan guru pengajar. Dirinya juga mencatut nama pejabat tinggi daerah (AP) dan nama anggota dewan DPRD Jombang Komisi C inisial (S) sebagai keponakan. Dengan maksud berlindung dari kesalahan atas keputusan yang di ambil.
"Jika siswa tidak kami liburkan takut adanya kurang pengawasan dari guru. Sedangkan guru pengajar terbatas. Saya juga akrab dengan Pak (AP) , beliau kerap menyambangi sekolah kami, keponakan saya juga ada di Dewan DPRD Jombang mas (S)," Tambah kepala sekolah.
Sebelumnya, awak media telah mendapat informasi pada Rabu, 8 Oktober 2025 bahwasanya pihak sekolah memberitahukan kepada siswa bahwa pada hari Kamis anak-anak akan di liburkan dan belajar dirumah.
Anehnya, Kepala Dusun setempat mengaku tidak mengetahui adanya pemberitahuan resmi dari pihak sekolah perihal peliburan mendadak ini, mengindikasikan adanya miskoordinasi atau keputusan sepihak.
Tanggung jawab moral & sosial Kepala desa dan perangkat
Kepala desa dan perangkat desa tetap memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan anak-anak di desa bisa mengakses pendidikan dengan baik. Maka, desa sering dilibatkan dalam koordinasi dengan sekolah dan dinas pendidikan jika ada masalah.
Kritik Keras Wakil Rakyat dan Tuntutan Klarifikasi
Tindakan meliburkan sekolah demi kepentingan pribadi guru ini langsung disikapi keras oleh Wakil Ketua Dewan Komisi D, Syarif Hidayatullah (gus Sentot). Dirinya menyayangkan tindakan yang dianggap mengabaikan asas profesionalisme ini.
"Saya sangat menyesalkan apabila benar terjadi adanya kegiatan meliburkan sekolah di SD Negeri hanya untuk kepentingan pribadi. Hal ini jelas merugikan para murid, karena mengurangi hak mereka untuk mendapatkan pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Mengajar (KPM) sebagaimana mestinya," tegas gus Sentot.
Gus Sentot menekankan bahwa hak murid untuk memperoleh pendidikan tidak boleh dikurangi dengan alasan yang tidak sesuai aturan. Ia pun secara resmi meminta Dinas Pendidikan untuk segera memberikan klarifikasi dan penjelasan resmi mengenai kejadian ini.
"Apabila benar adanya, tindakan meliburkan sekolah demi kepentingan pribadi tidak dapat dibenarkan, karena menghilangkan hak murid untuk mendapatkan layanan pendidikan secara penuh," tambahnya, menyerukan pertanggungjawaban pemerintah di bidang pendidikan.
Landasan Hukum dan Kritik Kritis: Pelanggaran Hak Siswa dan Kewajiban
Kasus peliburan SDN DK 1 ini bukan hanya masalah etika, tetapi juga berpotensi melanggar sejumlah undang-undang yang mengatur penyelenggaraan pendidikan dan kewajiban Aparatur Sipil Negara (ASN).
1. Pelanggaran Hak Peserta Didik (UU Sisdiknas)
Tindakan meliburkan sekolah karena hajatan jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Secara spesifik, Pasal 4 ayat (1) mengamanatkan pendidikan diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, dan tidak diskriminatif, sementara Pasal 12 ayat (1) huruf a menjamin setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan.
Alibi Belajar di Rumah (BDR) dengan tugas tidak dapat membenarkan peniadaan KBM tatap muka secara tiba-tiba. Kualitas interaksi dan bimbingan guru di kelas tidak tergantikan oleh sekadar pemberian tugas. Tindakan ini secara nyata mengurangi hak siswa atas layanan pendidikan yang bermutu dan berkelanjutan demi memfasilitasi kepentingan pribadi guru.
2. Pengabaian Kewajiban Profesional Guru (UU Guru dan Dosen)
Bagi guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau guru pada sekolah negeri, tindakan ini jelas mengabaikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pasal 20 huruf a mewajibkan guru melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu. Kewajiban profesional ini seharusnya tidak dapat dikalahkan oleh urusan pribadi seperti hajatan.
Jika seluruh guru diharuskan hadir dalam resepsi pribadi, maka ini menunjukkan rendahnya prioritas terhadap tugas utama sebagai pendidik dan ketiadaan perencanaan manajemen yang memadai. Guru dan kepala sekolah wajib mencari solusi, seperti pembagian jadwal, alih tugas pengawasan, atau penggunaan guru pengganti, alih-alih meliburkan sekolah secara total.
3. Kelalaian Pelayanan Publik (UU ASN)
Bila guru dan kepala sekolah berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), mereka terikat pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Pasal 10 menetapkan ASN berfungsi sebagai pelayan publik, dan Pasal 23 huruf a dan b mewajibkan ASN melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab.
Meliburkan aktivitas sekolah, yang merupakan layanan publik dasar, demi kepentingan pribadi adalah bentuk kelalaian dalam pelayanan publik dan penyalahgunaan wewenang karena fasilitas dan waktu negara (sekolah dan jam KBM) dikorbankan untuk acara non-kedinasan.
4. Kewenangan Tindak Lanjut (UU Perda)
Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, urusan pendidikan dasar adalah kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Oleh karena itu, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota memiliki kewenangan mutlak untuk melakukan investigasi, memberikan sanksi, dan memastikan insiden serupa tidak terulang, sebagaimana yang dituntut oleh anggota dewan.
Sebagai catatan Kepala sekolah:
Keputusan SDN DK 1 merupakan preseden buruk bagi dunia pendidikan. Dalih keterbatasan guru dan pelaksanaan BDR tidak membatalkan fakta bahwa hak siswa untuk KBM yang terjamin telah dilanggar demi memfasilitasi urusan pribadi. Dinas Pendidikan harus menindak tegas kejadian ini sebagai upaya penegakan asas profesionalisme, menjamin akuntabilitas ASN, dan melindungi hak-hak siswa di sekolah negeri. (*)
